Jumat, 13 Juli 2012

Membaca Pra SD




Software Interaktif Membaca tk. Lanjut yang akan kami perkenalkan ini adalah kelanjutan dari program “Membaca Pra SD”.
Program Membaca Tk. Lanjut dibuat secara berbeda dibandingkan program Membaca Tk. Dasar.
Konten program menampilkan kumpulan kata-kata dan kalimat yang dibagi dalam beberapa Sub Menu Pelajaran dari 1 sd. 26.
Materi yang disajikan berdasarkan pertimbangan bahwa anak setelah menyelesaikan program ini akan mampu membaca. Semua kualifikasi yang dibutuhkan untuk bisa membaca sudah disediakan secara lengkap.
Penyajian mudah diikuti oleh anak, karena dimulai dari materi yang sederhana menuju yang kompleks. Materi disajikan secara bertahap dari pelajaran 1 sd. 26. Materi yang sudah dipelajari pada pelajaran sebelumnya dimunculkan lagi pada pelajaran berikutnya dengan beberapa tambahan materi yang baru. Dengan demikian, anak tidak akan kesulitan memahami materi berikutnya kalau materi sebelumnya sudah dipahami. Demikian pula, pembedaharaan dan kemampuan anak membaca akan terus bertambah secara bertahap, karena penyajiannya yang bertahap dari pelajaran 1 hingga pelajaran 26. Dalam setiap pelajaran (dimulai pelajaran 2) disajikan juga materi kalimat. Tentu saja kompleksitasnya semakin meningkat pada pelajaran berikutnya.
Klik disini untuk download.
 http://labkomputer-rys.blogspot.com/2012/04/kumpulan-software-anak-anak-gratis.html

EDUCATIONAL MEDIA STUDIO






Software Interaktif Membaca SD untuk kela 1 yang akan kami perkenalkan ini adalah suatu cara agar anak bisa cepat dan mudah belajar membaca melalui berbagai latihan dan permainan (games). Dengan sentuhan IT, menggunakan multimedia, anak dapat belajar membaca secara interaktif menggunakan media komputer, sehingga anak dapat belajar secara bebas, berulang-ulang tanpa adanya batasan waktu. Ia dapat belajar kapan saja baik dengan arahan orangtua maupun mandiri. Program ini telah memadukan tulisan, suara, gambar secara animasi dan melalui permainan (games). Dengan harapan bisa menarik anak dan tidak cepat bosan. Dengan cara ini anak bisa belajar dan juga bermain.
http://labkomputer-rys.blogspot.com/2012/04/kumpulan-software-anak-anak-gratis.html

Nama   : Desyta Happy Pramesti Putri
Kelas   : IV F
Nim     : A.510100279

Jumat, 06 Juli 2012

Mari Berhitung Bangun Ruang






Game belajar menghitung Isi Prisma, Kerucut, Silinder, Bola, Kubus, dan lain-lain. Bermain sambil belajar yang menyenangkan. Kontrol : Keyboard ARAH dan Tombol Z. Membantu yang ujian UN. dengan permainan ini siswa akan menguasai rumus-rumus bangun ruang dengan cara bermain mengalahkan musuh-musuh yang seram. game ini adalah game asli indonesia dari divine kids yang peduli akan kecerdasan anak-anak di indonesia.
untuk dapat memainkan permainan ini silakan download. klik di bawah ini.
 
Download 13Mb
 



Faisal Azmi Bakhtiar (A510100256)

Rabu, 04 Juli 2012

Pembelajaran Roleplaying


A.    Pembelajaran Roleplaying

Role play adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup ataupun sebagai benda mati.
Model pembelajaran Role Playing juga dikenal dengan nama model pembelajaran Bermain Peran. Pengorganisasian kelas secara berkelompok, masing-masing kelompok memperagakan/menampilkan scenario yang telah disiapkan guru. Siswa diberi kebebasan berimprofisasi namun masih dalam batas-batas scenario dari guru. Menurut Akhmad Sudrajad dalam artikel Pendekatan Pembelajaran (Gogel:2010) bermain peran merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antar manusia (interpersonal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik. Role play adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang (Jill Hadfield, 1 986). Dalam Role Play siswa dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas. Bermain peran (role playing) merupakan salah satu cara pemecahan masalah dalam suatu proses komunikasi (Mulyasa, 2005). Model ini (role playing) melatih penguasaan bahasa yang baik dan benar. Bahwa bermain peran banyak dipakai dalam pengajaran karena kegiatan belajar dan mengajar dengan menggunakan metode ini sangat menyenangkan. Bermain peran bisa di lakukan dengan mengikuti dialog yang ada dalam wacana, bisa berperan bebas sesuai dengan imajinasi, memerankan senang, sedih, bosan, marah, dan sebagainya (Anonim, 2008).  Secara sederhana bermain peran (role playing) adalah pembelajaran dengan cara seolah-olah berada dalam situasi untuk memperoleh suatu pemahaman tentang suatu konsep (Rustaman dkk, 2003). Untuk melakukan pembelajaran bermain peran sebelumnya siswa harus memiliki pengetahuan awal agar dapat mengetahui karakter dari peran yang dimainkannya. Tugas guru selanjutnya adalah memberi penjelasan dan penguatan terhadap simulasi yang dilakukan dikaitkan dengan konsep yang relevan yang sedang dibahas (Saptono, 2003).  Bermain peran (role playing) banyak melibatkan siswa untuk beraktivitas dalam pembelajaran dan akan menciptakan suasana yang menggembirakan sehingga siswa senang dan antusias dalam mengikuti pembelajaran. Dengan demikian kesan yang didapatkan siswa tentang materi yang sedang dipelajari akan lebih kuat, yang ada pada akhirnya dapat meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa.  Bermain peran banyak dipakai dalam pengajaran karena kegiatan belajar dan mengajar dengan menggunakan metode ini sangat menyenangkan. Siswa dapat aktif berperan sebagai seseorang ataupun suatu benda yang berkaitan dengan materi pembelajaran yang sedang disampaikan oleh guru. Dengan memerankan langsung atau siswa terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran, maka siswa akan dapat lebih mengingat atau mengerti makna dari materi yang dipelajari.

B.     Penerapan Metode Role Playing Dalam pembelajran
Tujuan pendidikan di sekolah harus mampu mendukung kompetensi tamatan sekolah, yaitu pengetahuan, nilai, sikap, dan kemampuan untuk mendekatkan dirinya dengan lingkungan alam, sosial, budaya, dan kebutuhan daerah. Sementara itu, kondisi pendidikan di negara kita dewasa ini, lebih diwarnai oleh pendekatan yang menitikberatkan pada model belajar konvensional seperti ceramah, sehingga kurang mampu merangsang siswa untuk terlibat aktif dalam proses belajar mengajar (Suwarma, 1991; Jarolimek, 1967). Suasana belajar seperti itu, menjauhkan peran pendidikan IPS dalam upaya mempersiapkan warga negara yang baik dan memasyarakat (Djahiri, 1993)
Di sekolah saat ini, ada indikasi bahwa pola pembelajaran bersifat teacher centered. Kecenderungan pembelajaran demikian, mengakibatkan lemahnya pengembangan potensi diri siswa dalam pembelajaran sehingga prestasi belajar yang dicapai tidak optimal. Kesan menonjolnya verbalisme dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas masih terlalu kuat. Hasil penelitian Rofi’uddin (1990) tentang interaksi kelas di sekolah dasar menunjukkan bahwa 95% interaksi kelas dikuasai oleh guru. Pertanyaan-pertanyaan yang digunakan oleh guru dalam interaksi kelas berupa pertanyaan-pertanyaan dalam kategori kognisi rendah. Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat dikembangkan untuk memenuhi tuntutan tersebut adalah model belajar role playing. Menurut Zuhaerini (1983), model ini digunakan apabila pelajaran dimaksudkan untuk: (a) menerangkan suatu peristiwa yang didalamnya menyangkut orang banyak, dan berdasarkan pertimbangan didaktik lebih baik didramatisasikan daripada diceritakan, karena akan lebih jelas dan dapat dihayati oleh anak; (b) melatih anak-anak agar mereka mampu menyelesaikan masalah-masalah sosial-psikologis; dan (c) melatih anak-anak agar mereka dapat bergaul dan memberi kemungkinan bagi pemahaman terhadap orang lain beserta masalahnya. Sementara itu, Davies dalam artikel Role Playing Gogel (2010) mengemukakan bahwa penggunaan role playing dapat membantu siswa dalam mencapai tujuan-tujuan afektif. Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa penggunaan model ini dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Ada empat asumsi yang mendasari model ini memiliki kedudukan yang sejajar dengan model-model pengajaran lainnya. Keempat asumsi tersebut ialah: Pertama, secara implisit bermain peran mendukung suatu situasi belajar berdasarkan pengalaman dengan menekankan dimensi “di sini dan kini” (here and now) sebagai isi pengajaran. Kedua, bermain peran memberikan kemungkinan kepada para siswa untuk mengungkapkan perasaan-perasaannya yang tak dapat mereka kenali tanpa bercermin kepada orang lain. Ketiga, model ini mengasumsikan bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf kesadaran untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Keempat, model mengajar ini mengasumsikan bahwa proses-proses psikologis yang tersembunyi (covert) berupa sikap-sikap nilai-nilai, perasaan-perasaan dan sistem keyakinan dapat diangkat ke taraf kesadaran melalui kombinasi pemeranan secara spontan dan analisisnya. Untuk dapat mengukur sejauhmana bermain peran memberikan manfaat kepada pemeran dan pengamatnya ditentukan oleh tiga hal, yakni (1) kualitas pemeranan; (2) analisis yang dilakukan melalui diskusi setelah pemeranan; (3) persepsi siswa terhadap peran yang ditampilkan dibandingkan dengan situasi nyata dalam kehidupan. Pembelajaran dengan model role playing dilaksanakan menjadi beberapa tahap, yaitu sebagai berikut: (1) tahap memotivasi kelompok; (2) memilih pemeran; (3) menyiapkan pengamat; (4) menyiapkan tahap-tahap permainan peran; (5) pemeranan; (6) diskusi dan evaluasi; (7) pemeranan ulang; (8) diskusi dan evaluasi kedua; (9) membagi pengalaman dan menarik generalisasi. Kemampuan guru dalam performa pembelajaran merupakan seperangkat perilaku nyata guru pada waktu memberikan pelajaran kepada siswanya (Johnson, dalam Natawidjaya, 1996). Menurut Sunaryo (1989) dan Suciati (1994), performansi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran mencakup tiga aspek, yaitu membuka pelajaran, melaksanakan pelajaran, dan menutup pelajaran. Membuka pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk menciptakan suasana kesiapan mental dan menumbuhkan perhatian siswa terhadap hal-hal yang akan dipelajari. Dasar kesiapan mental yang dimaksud, menurut Sumaatmadja (1984) antara lain minat, dorongan untuk mengetahui kenyataan, dan dorongan untuk menemukan sendiri gejala-gejala kehidupan. Menurut pendapat Connel (1988), kesiapan belajar siswa meliputi kesiapan afektif dan kesiapan kognitif. Sedangkan menurut Bruner (dalam Maxim, 1987), kesiapan merupakan peristiwa yang timbul dari lingkungan belajar yang kaya dan bermakna, dihadapkan kepada guru yang mendorong siswa dalam berbagai peristiwa belajar yang menggugah. Berdasarkan kutipan pendapat di atas, aktivitas membuka pelajaran pada hakikatnya merupakan upaya guru menarik perhatian siswa, menimbulkan motivasi, memberi acuan, dan membuat keterkaitan. Menarik perhatian siswa dapat dilakukan antara lain dengan gaya mengajar, penggunaan alat-bantu mengajar, dan pola interaksi yang bervariasi. Kemampuan melaksanakan proses pengajaran menunjuk kepada sejumlah aktivitas yang dilakukan oleh guru ketika ia menyajikan bahan pelajaran. Pada tahap ini berlangsung interaksi antara guru dengan siswa, antarsiswa, dan antara siswa dengan kelompok belajarnya.
Kemampuan mengakhiri atau menutup pelajaran merupakan kegiatan guru baik pada akhir jam pelajaran maupun pada setiap penggalan kegiatan belajar mengajar. Kegiatan ini dilakukan dengan maksud agar siswa memperoleh gambaran yang utuh mengenai pokok-pokok materi yang dipelajarinya. Menutup pelajaran secara umum terdiri atas kegiatan-kegiatan meninjau kembali dan mengevaluasi. Meninjau kembali pelajaran mencakup kegiatan merangkum inti pelajaran dan membuat ringkasan, sedangkan mengevaluasi pelajaran merupakan kegiatan untuk mengetahui adanya pengembangan wawasan siswa setelah pelajaran atau penggal kegiatan belajar berakhir Jika di lihat hakekat dasar pembejajaran yang sederhana cakupan pelaksanaan pengajaran antara lain aspek tujuan pengajaran yang dikehendaki, bahan pelajaran yang disajikan, siswa yang belajar, metode mengajar yang digunakan, guru yang mengajar, dan alokasi waktu dalam mengajar.
Secara umum langkah langlah yang dilakukan dalam pembelajaran dengan metode role playing antara lain;
1. Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan.
2. Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar..
3. Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang atau lebih
4. Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai.
5. Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan.
6. Masing-masing siswa berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan.
7. Setelah selesai ditampilkan, masing-masing siswa diberikan lembar kerja untuk membahas/memberi penilaian atas penampilan masing-masing kelompok.
8. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya.
9. Guru memberikan kesimpulan secara umum.
10. Evaluasi.
11. Penutup.

Devi Elvaretasari L ( A510100258)